Kapolri Keluarkan
Aturan Soal Penindakan
Penyebaran Komunisme
Massa aksi dari Front Pancasila
bersiap menggelar aksi didepan Hotel Aryaduta, Jakarta,
Senin (18/4). Mereka
menolak Simposium PKI yang dapat dimanfaatkan menghidupkan
kembali paham komunis.
Massa aksi dari Front Pancasila
bersiap menggelar aksi didepan Hotel Aryaduta, Jakarta,
Senin (18/4). Mereka
menolak Simposium PKI yang dapat dimanfaatkan menghidupkan
kembali paham komunis.
Liputan6.com,
Jakarta - Kapolri
Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan surat perintah tentang
penindakan penyebaran paham komunisme, Marxisme,
dan Leninisme. Dalam surat bernomor
337/V/2016, Kapolri memerintahkan
agar petugas polisi
tidak melakukan razia.
Sebab, dia khawatir
jika dilakukan razia akan timbul
keresahan pada masyarakat.
"Kita mempertegas saja, secara lisan sudah disampaikan
bahwa kita melakukan
penindakan dengan pendekatan
hukum, kita batasi
jangan masuk ke kampus, menyita
buku-buku di toko buku," kata Badrodin kepada
Liputan6.com, Sabtu (14/5/2016).
Namun, kata dia, Kepolisian tetap melakukan penyidikan
atas penyebaran paham komunisme itu. "Itu ada batasannya, tidak melakukan razia tetapi penyidikan
tetap tidak melakukan
tindakan," ujar dia.
Sementara telegram yang dia sebarkan
kepada anggotanya, kata Badrodin, dilakukan
agar kepolisian di daerah-daerah tidak bias dalam menerima perintahnya.
Diharapkan, penindakan atas paham komunisme
ini tidak menimbulkan
keresahan masyarakat di daerah.
"Kalau penyidikan di mana saja, cuma penegakan
hukumnya bisa beda-beda,
kalau membuat resah melakukan razia tidak boleh.
Kita tidak mau heboh namun tidak ada hasilnya," kata Badrodin.
Telegram itu, beredar
pada Jumat malam,
13 Mei 2016. Berdasarkan surat perintah itu, Badrodin mengatakan
dalam penindakan hukum harus merujuk
pada Tap MPRS No XXV/1999
dan UU No 27/1999.
Dalam surat itu, Badrodin menekankan
penindakan hukum juga dilakukan pada mereka yang memakai atribut
komunisme, mem-posting foto palu arit, pemutaran film yang memuat
paham komunisme, termasuk
memproduksi dan melakukan
penyitaan barang bukti.
Namun dalam penindakan
hukum itu mesti bersandarkan pada aturan sebagai
berikut:
1.
Melibatkan ahli terkait
dalam hal menentukan
unsur menyebarkan atau mengembangkan ajaran
komunisme.
2.
Tidak mengedepankan cara razia tetapi
lebih mengedepankan cara deteksi atau penyelidikan.
3.
Tidak melakukan penyitaan
buku-buku yang ada di kampus,
toko dan percetakan.
4.
Untuk kegiatan pemutaran
film agar diteliti
konten ajaran komunismenya
lebih dahulu.
5.
Melaksanakan koordinasi dengan
unsur jaksa untuk menyamakan persepsi
dan kelancaran penyidikan.
6.
Khusus untuk buku-buku
yang diduga menyebarkan
paham komunisme, Marxisme
dan Leninisme cukup diambil sampel
dan diserahkan ke pihak kejaksaan
untuk diteliti isinya.
7.
Melarang dan tidak menolerir ormas atau
kelompok
masyarakat yang main hakim sendiri
seperti razia, penangkapan,
penyitaan, pengusiran, penghentian
kegiatan dan tindakan
ilegal lainnya.
Massa aksi dari Front Pancasila
bersiap menggelar aksi didepan Hotel Aryaduta, Jakarta,
Senin (18/4). Mereka
menolak Simposium PKI yang dapat dimanfaatkan menghidupkan
kembali paham komunis.
Massa aksi dari Front Pancasila
bersiap menggelar aksi didepan Hotel Aryaduta, Jakarta,
Senin (18/4). Mereka
menolak Simposium PKI yang dapat dimanfaatkan menghidupkan
kembali paham komunis.
Liputan6.com,
Jakarta - Kapolri
Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan surat perintah tentang
penindakan penyebaran paham komunisme, Marxisme,
dan Leninisme. Dalam surat bernomor
337/V/2016, Kapolri memerintahkan
agar petugas polisi
tidak melakukan razia.
Sebab, dia khawatir
jika dilakukan razia akan timbul
keresahan pada masyarakat.
"Kita mempertegas saja, secara lisan sudah disampaikan
bahwa kita melakukan
penindakan dengan pendekatan
hukum, kita batasi
jangan masuk ke kampus, menyita
buku-buku di toko buku," kata Badrodin kepada
Liputan6.com, Sabtu (14/5/2016).
Namun, kata dia, Kepolisian tetap melakukan penyidikan
atas penyebaran paham komunisme itu. "Itu ada batasannya, tidak melakukan razia tetapi penyidikan
tetap tidak melakukan
tindakan," ujar dia.
Sementara telegram yang dia sebarkan
kepada anggotanya, kata Badrodin, dilakukan
agar kepolisian di daerah-daerah tidak bias dalam menerima perintahnya.
Diharapkan, penindakan atas paham komunisme
ini tidak menimbulkan
keresahan masyarakat di daerah.
"Kalau penyidikan di mana saja, cuma penegakan
hukumnya bisa beda-beda,
kalau membuat resah melakukan razia tidak boleh.
Kita tidak mau heboh namun tidak ada hasilnya," kata Badrodin.
Telegram itu, beredar
pada Jumat malam,
13 Mei 2016. Berdasarkan surat perintah itu, Badrodin mengatakan
dalam penindakan hukum harus merujuk
pada Tap MPRS No XXV/1999
dan UU No 27/1999.
Dalam surat itu, Badrodin menekankan
penindakan hukum juga dilakukan pada mereka yang memakai atribut
komunisme, mem-posting foto palu arit, pemutaran film yang memuat
paham komunisme, termasuk
memproduksi dan melakukan
penyitaan barang bukti.
Namun dalam penindakan
hukum itu mesti bersandarkan pada aturan sebagai
berikut:
1.
Melibatkan ahli terkait
dalam hal menentukan
unsur menyebarkan atau mengembangkan ajaran
komunisme.
2.
Tidak mengedepankan cara razia tetapi
lebih mengedepankan cara deteksi atau penyelidikan.
3.
Tidak melakukan penyitaan
buku-buku yang ada di kampus,
toko dan percetakan.
4.
Untuk kegiatan pemutaran
film agar diteliti
konten ajaran komunismenya
lebih dahulu.
5.
Melaksanakan koordinasi dengan
unsur jaksa untuk menyamakan persepsi
dan kelancaran penyidikan.
6.
Khusus untuk buku-buku
yang diduga menyebarkan
paham komunisme, Marxisme
dan Leninisme cukup diambil sampel
dan diserahkan ke pihak kejaksaan
untuk diteliti isinya.
7.
Melarang dan tidak menolerir ormas atau
kelompok
masyarakat yang main hakim sendiri
seperti razia, penangkapan,
penyitaan, pengusiran, penghentian
kegiatan dan tindakan
ilegal lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar