Numpang ngepos cerpen buatan ane, gan. Maklum kalo belum bagus. Kalo bisa beri saran dan kritik.
1 Rasa = Rasa
1
KRIIING…..
KRIIINGGGG….
KRIIIIIIIIINNGGG….
Suara alarm dari jam tidur yang ia pasang
membangunkan dirinya. Membangunkannya dari dunia mimpi yang ia alami. Segera
ia bangun dari tempat tidurnya,
lalu menyingkap sehelai
kain yang menjadi
tirai kamarnya.
Mungkin waktu pagi baginya
dan bagi kebanyakan
orang agak berbeda,
pagi baginya lebih dianggap terlalu
pagi bagi kebanyakan
orang. Dari jendela
kamarnya terlihat bahwa hari masihlah
gelap, mentari belum menunjukan sinarnya,
dan ayam jantan
juga belum berkokok.
Namun, terbangun di waktu seperti
ini merupakan sebuah
kebiasaan baginya. Kebiasaan
yang ia bawa dari tempat
ia menuntu ilmu saat sekolah
menengah pertama. Segera
ia pergi untuk mengambil air wudlu dan memulai rutinitas
paginya.
……
“Zakia, semua sudah siap? Ini hari pertamamu bersekolah
di sini kan?”
“Iya mi, insyaallah semuanya
sudah Zakia siapkan.”
“BAguslah kalau begitu.”
“Kalau begitu
Zakia berangkat dulu ya, mi. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam, hati-hati
di jalan ya nak.”
“ Iya, ummi.”
Ya, namanya
adalah Zakia, Zakia purbandini lebih tepatnya. Ia adalah seorang
gadis yang berasal
dari keluarga yang tidak berkekurangan. Dimata
teman-temannya ia adalah
seorang gadis yang sangat baik, seorang gadis yang rajin beribadah, suka menolong, dan juga sangat
dermawan. Hari ini merupakan hari pertama ia bersekolah di sekolah barunya,
sekolah yang berada
di kampung halamannya.
Sekolah baru untuk mengejar mimpi.
Ia berjalan
menuju sekolah barunya,
terlihat banyak remaja-remaja
lain yang berjalan
seperti dirinya, mungkin
mereka juga merupakan
siswa baru seperti
dirinya. Dalam hati ia bertanya,
mungkinkah ia dapat bertemu teman-temannya yang dulu di sekolah baru? Mungkinkah teman-temannya merupakan
salah satu dari remaja-remaja itu? Mungkinkah mereka
masih mengingat dirinya?
Atau mungkin ia harus mengulang
dari awal? Mencari
teman-teman baru di sekolah yang baru? Apapun
itu ia berharap
ia dapat menjalani
pendidikannya di sekolah
baru dengan baik. Walau sebenarnya,
ia masih berharap
untuk melanjutkan sekolahnya
di sekolah yang dulu, dengan
teman-teman semasa sekolah
menengahnya yang dulu. Namun apa daya, ini adalah keinginan
orang tuanya. Orang tuanya ingin agar Zakia tak jauh dari mereka.
Dan sebagai anak yang berbakti,
sebisa mungkin ia berusaha membahagiakan
orang tuanya.
Tak terasa
Zakia telah sampai
di sekolah barunya.
Saat ia sampai,
telah banyak siswa lain yang ada di sekolah. Dengan
langkah perlahan, Zakia mulai memasuki
ruangan tempat ia menempa ilmu untuk 1 tahun ke depan. Zakia memasuki runag kelasnya, sekilas
ia mengarahkan pandangannya
ke sekeliling ruangan.
Siswa-siswa lain hanya memandangnya beberapa
saat, sebelum kembali
pada kesibukan mereka.
Diletakkannya tas miliknya
ke salah satu kursi di kelas itu. Dari tempat
duduknya di bagian
belakang kelas, ia mulai mengamati
dengan seksama siapa saja yang ada di ruangan itu. Banyak dari mereka yang tidak Zakia kenal, namun ia melihat
beberapa teman masa kecilnya juga ada di kelas yang sama dengannya.
Zakia melihat seorang
remaja pria yang sedang bersenda
gurau dengan teman-temannya. Zakia tau benar remaja pria itu, salah seorang teman masa kecilnya
dulu , walau mungkin ia telah lupa akan dirinya.
Bel sekolah tiba-tiba
berbunyi, menyadarkan Zakia dari lamunannya.
Tak Zakia sadari,
bahwa wali kelasnya
telah berada di depan kelasnya.
“Assalamu’alaikum Wr.Wb,”
sang wali kelas memberi salam.
“Wa’alaikumsalam Wr.Wb,”
para murid menjawab
dengan sangat antusias.
“Baiklah anak-anak,
perkenalkan nama bapak…....
……
Beberapa hari telah berlalu,
kini Zakia telah mulai beradaptasi
dengan sekolah barunya.
Zakia juga telah mendapat teman-teman
baru di tempatnya
bersekolah.
‘’PING’’
Zakia buru-buru
membuka ponselnya, sebuah
pesan singkat dari nomer tak dikenal. Sebuah
salam tertulis di layar ponselnya.
Dahi Zakia berkerut,
ia bingung, siapakah
yang mengirim pesan itu? Zakia pun bertanya
kepada sang pengirim
siapa dirinya. Zakia semakin bingung,
sang pengirim mengaku
sebagai Rudi, seorang
teman satu kelas yang baru Zakia kenal beberapa hari. Zakia berpikir,
dari manakah Rudi
mendapatkan nomer ponselnya?
Dan kenapa Rudi menghubunginya? Zakia bertambah bingung
ketika Rudi bertanya
tentang keadaan salah seorang teman lamanya. Dari mana Rudi tahu tentang
teman lamanya? Itulah
yang ada di benak Zakia pada saat itu. Jika Rudi merupakan
teman lamaya Zakia masih dapat memahaminya. Atau jangan-jangan……ternyata tebakan
Zakia benar, akhirnya
sang pengirim pesan mengaku bahwa dirinya adalah
Ahmad, salah satu teman masa kecilnya dulu. Hati Zakia terasa berbunga-bunga, ia merasa senang
sekali, ternyata teman-temannya masih mengingat dirinya.
Dan sejak saat itu, persahabatannya dengan
Ahmad mulai terajut
kembali. Hubungan sahabat
yang lebih kuat dari saat masa kecil dulu.
……
‘KAU ADALAH
BUNGA HATIKU’
Kalimat itu tertulis dengan
jelas di layar ponselnya, sebuah
kalimat yang dikirim
oleh salah seorang
teman masa kecilnya.
Bukan, bukan Ahmad yang mengirimnya
orang lain yang mengirimnya. Seorang
teman lain semasa
kecilnya. Mungkin jika ia mengirim
pesan itu 1 hari yang lalu, Zakia akan merasa
bagai diatas awan. Tapi tidak,
tidak untuk sekarang
dan seterusnya, tidak setelah Zakia mengetahui bagaimana
Agus yang sesungguhnya.
Ya, pengirim pesan tersebut adalah
Agus, salah satu teman Zakia dimasa sekolah
dasar dan sekolah
menengah pertama, dan sepertinya Agus juga sekolah
ditempat yang sama dengan Zakia sekarang. Dulu Zakia memiliki
sebuah rasa kepada
Agus, dulu di mata Zakia Agus merupakan
seorang pemuda yang baik, pemuda
yang taat dan rajin dalam beribadah. Namun sekarang berbeda,
Zakia sudah tidak punya perassan
apa-apa padanya, bahkan
bias dibilang bahwa Zakia membencinya.
Mungkin kalian bertanya,
kenapa Zakia membenci
Agus? Jawabannya simple,
Zakia telah ditembak
oleh Agus. Mungkin
bagi banyak orang ditembak merupakan
sesuatu yang menggembirakan, namun tidaka akan demikian jika ditembak oleh orang yang sudah punya kekasih. Lebih tidak menyenangkan
lagi jika dilabrak
oleh kekasih dari orang tersebut.
Dan itulah yang dialami Zakia,
walaupun ia tidak benar-benar dilabrak
oleh pacar Agus. Namun itu telah mencerminkan
bagaimana diri Agus yang sebenarnya,
seseorang yang tidak setia, orang yang hanya dapat mengumbar
janji palsu. Ingin rasanya Zakia menangis, Zakia tak dapat lagi menahan
itu semua, rasa sedih dan amarah yang ingin ia keluarkan. Dan malam itu, Zakia tidur dengan air mata membasahi
pipinya.
……
“Neng,
Akang bener-bener cinta sama Eneng, Eneng mau gak jadi pacar Akang?”
“Aku
memang sayang sama kamu, tapi maaf saya tidak bisa menjadi pacarmu.”
“Tapi
Neng, Akang-“
“Udah
Gus, ayo kita pergi aja, acara sudah mau mulai tuh,”
Dan
dengan itu, Agus dan temannya pergi dari kediaman Zakia. Malam itu mereka
singgah ke kediaman Zakia. Dimana Agus menyatakan perasaannya secara langsung
pada Zakia. Namun tentu saja Zakia menolaknya dengan cara halus, sesuai pribadi
Zakia yang tidak mau menyakiti perassaan orang lain. Walau sebenarnya dalam
hati Zakia benar-benar tidak suka kepada Agus. Bisa-bisanya Agus menembak Zakia
secara langsung, lalu ia kemanakan kekasihnya? Padahal kekasih Agus juga merupakan
teman lamanya, Zakia jadi merasa tidak
enak padanya.
PING
Ponsel
Zakia berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Ternyata sebuah pesan singkat
dari Ahmad. Melihat pesan itu, tanpa sadar sebuah senyuman mulai mengembang di
wajah Zakia. Mungkin malam ini tidak akan berakhir seburuk yang Zakia pikirkan…
……
Beberapa
hari ini mood Zakia dalam kondisi yang baik sekali, Zakia merasa tidak ada lagi
beban masalah di pundaknya. Agus telah mulai menjauh dai Zakia. Dan Zakia telah bercerita tentang masalahnya
dengan Agus kepada Ahmad. Dan untungnya Ahmad mau memberi nasihat untuk segala
masalah yang Zakia hadapi. Dan kini Zakia mulai memiliki sebuah perasaan untuk Ahmad.
Zakia tidak tau perasaan apa itu, namun Zakia suka dengan perasaan itu. 1 rasa
yang membuatnya ingin tersenyum setiap saat. 1 rasa yang membuatnya seperti
memiliki kupu-kupu yang berterbangan di hatinya. 1 rasa yang membuatnya
tidak bisa tidur saat malam. 1 rasa yang
masih amat asing baginya. Namun merupakan 1 buah rasa yang ingin selalu Zakia
miliki. 1 rasa yang ingin Zakia rasakan setiap saat.
Malam
itu, Zakia memutuskan untuk menyapa Ahmad terlebih dahulu. Dan seperti biasa Ahmad
pun membalas pesannya. Malam itu ada sesuatu yang aneh dari pesan singkat Ahmad,
pesannya lebih panjang dan terlihat lebih energetik dari pada biasanya. Mungkin
ada sesuatu yang ingin Ahmad katakana? Tanpa menunggu lama Zakia mengetahui
alasannya.
Aku mau nembak seseorang.
Melihat
kalimat itu, Zakia merasa seperti disambar petir. Tubuhnya terasa kaku,
tangannya terasa sangat sulit untuk digerakkan. Entah kenapa, Zakia ingin
menangis, hatinya seperti teriris-iris oleh sebuah pisau. Rasanya perih sekali,
tak terasa air mata membasahi pipinya. Dicampakannya ponsel yang sedari tadi ia
pegang, tak dihiraukan olehnya pesan dari Ahmad. Zakia lebih memilih
membaringkan tubuhnya di atas kasur, dan menangis, mengeluarkan segala rasa
sedih yang ia miliki.
……
Hari
itu, Zakia telah bersiap-siap untuk pergi dengan Ahmad. Bukan, bukan untuk
berkencan dengan Ahmad, tapi untuk menemani Ahmad membeli sesuatu untuk orang
yang Ahmad suka. Dalam hati sebenarnya Zakia merasa sangat sedih sekali,
melihat, bahkan membantu Ahmad membeli sesuatu untuk seseorang yang bukan
dirinya. Seseorang yang Ahmad tidak mau memberitahukan siapa, walau Zakia telah
bertanya kepada Ahmad. Zakia iri kepada orang yang Ahmad suka, orang yang bias
membuat seorang seperti Ahmad jatuh hati padanya. Orang yang mampu membuat Ahmad
merasa nervous hanya dengan berada dekat dengannya. Zakia benar-benar ingin mengetahui siapa
orang itu, tapi Zakia harus bersabar, hari itu Ahmad berjanji akan
mempertemukan Zakia dengan orang yang Ahmad suka.
Hati
Zakia semakin merasa sedih, tapi juga semakin penasaran. Ia dan Ahmad tengah
dalam perjalanan menuju rumah gadis yang Ahmad suka. Sebenarnya Zakia turut
serta dengan berat hati, bagaimana tidak? Zakia akan melihat orang yang ia suka
menyatakan perasaan pada orang lain. Sebuah cobaan yang sangat berat baginya,
melihat Ahmad menyatakan perasaannya pada orang lain. Namun ada yang aneh, ditengah
jalan tiba-tiba Ahmad berhenti dan mengatakan bahwa orang yang ia suka ada acara mendadak. Dan mereka harus menunggu
setengah jam untuk dapat bertemu dengannya. Zakia mulai merasa curiga, kenapa
tiba-tiba sekali? Zakia merasa lebih curiga lagi ketika Ahmad meminta untuk
berhenti terlebih dahulu di kediamannya. Namun rasa curiga itu langsung ia
buang jauh-jauh. Tidak mungkin Ahmad merencanakan sesuatu yang tidak baik. Zakia
pun pergi ke dapuur untuk menyiapkan sedikit hidangan untuka Ahmad. Namun, saat
ia kembalike ruang tamu…
DEG.
Hati
Zakia serasa berhenti berdetak, di depannya tersodor sebuah bunga mawar yang
sangat cantik. Dan orang yang memegang bunga itu tidak lain dan tidak bukan
adalah Ahmad sendiri.
“Zakia,
kau pasti mengerti apa yang ingin aku katakan. Maukah kau menjadi kekasihku?”
Zakia
merasa senang sekali, saking senangnya ia hamper menjatuhkan nampan yang ia
pegang. Kini ia mengerti perasaan apa yang ia rasakan. 1 rasa yang dulu dan
kini ia rasakan. 1 rasa yang hanya ia miliki pada Ahmad, 1 rasa……………….Cinta.
“Bagaimana
jawabanmu Zakia?”
“A-aku,
aku-“
(
Akhir cerita diserahkan pada pembaca)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar